Warna Indigo Bahasa Indonesia

Warna Indigo Bahasa Indonesia

Dari Wikikamus bahasa Indonesia, kamus bebas

indigo (posesif ku, mu, nya; partikel: kah, lah) ·

Belum ada komentar. Anda dapat menjadi yang pertama

sebagian atau seluruh definisi yang termuat pada halaman ini diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Indigo karmina (bahasa Inggris: indigo carmine), atau garam natrium asam 5,5'-indigodisulfonat, adalah suatu indikator pH dengan rumus kimia C16H8N2Na2O8S2. Senyawa ini adalah garam organik yang berasal dari indigo melalui proses sulfonasi, yang menghasilkan senyawa yang mudah larut dalam air ini.

Bahan kimia ini dapat digunakan sebagai pewarna makanan dan minuman, yang membuatnya berwarna biru. Senyawa ini diizinkan penggunaannya sebagai pewarna makanan di Amerika Serikat dan Uni Eropa,[2][3] Senyawa ini memiliki nomor E E132.

Indigo karmina berbahaya untuk saluran pernapasan jika ditelan. Bahan kimia ini juga mengiritasi kulit dan mata.

Indigo karmina dalam 0.2% larutan berairnya berwarna biru pada pH 11.4 dan kuning pada 13.0. Indigo karmina juga merupakan indikator redoks, berwarna kuning ketika direduksi. Bagan kimia ini juga digunakan sebagai indikator ozon terlarut[4] melalui pengubahan asam isatin-5-sulfonat.[4] Reaksi ini telah ditunjukkan tidak spesifik pada ozon, tetapi senyawa ini juga mendeteksi superoksida, suatu pembeda yang penting dalam fisiologi sel.[5] Senyawa ini juga digunakan sebagai pewarna dalam pembuatan kapsul.

Dalam pembedahan obstetri, larutan indigo karmina terkadang digunakan untuk mendeteksi kebocoran cairan ketuban. Dalam pembedahan urologis, injeksi indigo karmina secara intravena sering digunakan untuk menyoroti bagian-bagian dari saluran kemih. Zat warna disaring dengan cepat oleh ginjal dari darah, dan warna urin menjadi biru. Senyawa ini memungkinkan struktur saluran kemih terlihat di bidang bedah, dan menunjukkan jika ada kebocoran. Namun, pewarna dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berpotensi berbahaya dalam beberapa kasus.[6]

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Indigo dapat mengacu pada beberapa hal berikut:

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Anak indigo atau anak nila (bahasa Inggris: Indigo children) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan anak yang diyakini memiliki kemampuan atau sifat yang spesial, tidak biasa, dan bahkan supranatural. Konsep ini merupakan ilmu semu[1] yang didasarkan pada gagasan Zaman Baru pada tahun 1970-an. Konsep ini mulai terkenal setelah diterbitkannya beberapa buku pada akhir tahun 1990-an dan dirilisnya beberapa film satu dasawarsa kemudian. Interpretasi mengenai indigo ada bermacam-macam: dari yang meyakini bahwa mereka adalah tahap evolusi manusia selanjutnya (yang bahkan mempunyai kemampuan paranormal seperti telepati) hingga yang menyebut anak indigo sebagai anak yang lebih empatik dan kreatif.

Meskipun tidak ada satu bukti penelitian pun yang membuktikan keberadaan anak indigo atau sifat mereka, fenomena ini menarik perhatian orang tua yang anaknya didiagnosis mengalami kesulitan belajar atau yang ingin anaknya spesial. Kaum skeptik memandangnya sebagai cara orang tua menghindari penanganan pediatrik atau diagnosis psikiatrik yang tepat. Daftar sifat yang dimiliki anak indigo juga dikritik karena terlalu umum sehingga dapat diterapkan untuk hampir semua orang (efek Forer). Fenomena indigo dituduh pula sebagai alat untuk menambang uang dari orang tua yang mudah ditipu.

Konsep anak indigo pertama kali dikemukakan oleh cenayang Nancy Ann Tappe pada tahun 1970-an. Pada tahun 1982, Tappe menerbitkan buku Understanding Your Life Through Color (Memahami Hidup Anda Melalui Warna)[2] yang menjelaskan bahwa semenjak pertengahan tahun 1960-an, ia mulai menyadari bahwa ada banyak anak yang lahir dengan aura "indigo"[3][4] (dalam publikasi lain Tappe juga mengatakan bahwa warna indigo atau nila berasal dari "warna kehidupan" anak yang ia dapatkan melalui sinestesia[5]). Gagasan ini kemudian dipopulerkan oleh buku yang berjudul The Indigo Children: The New Kids Have Arrived (Anak Indigo: Anak-anak Baru Telah Tiba) pada tahun 1998. Buku ini ditulis oleh Lee Carroll dan Jan Tober.[6]

Pada tahun 2002, konferensi internasional untuk anak indigo yang dihadiri oleh kurang lebih 600 orang diadakan di Hawaii. Konferensi pada tahun-tahun berikutnya diadakan di Florida dan Oregon. Beberapa film bertajuk indigo juga telah dibuat, seperti Indigo pada tahun 2003[7] yang disutradarai oleh James Twyman.[8] Film mengenai indigo juga dirilis di Rusia pada tahun 2008.[9]

Dalam sebuah artikel di Nova Religio pada tahun 2009, Sarah W. Whedon pada tahun 2009 mengusulkan bahwa konstruksi sosial anak indigo merupakan tanggapan terhadap "krisis anak-anak Amerika" yang tampak dalam bentuk peningkatan kekerasan anak-anak dan diagnosis attention deficit disorder dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Whedon meyakini bahwa orang tua melabeli anak mereka sebagai "indigo" sebagai penjelasan alternatif bagi ADD dan ADHD anak mereka.[3]

Beberapa ciri anak indigo adalah:

Beberapa ciri lain adalah:[4][6]

Menurut Tober dan Carroll, anak indigo mungkin tidak memiliki performa yang baik di sekolah karena menolak mengikuti aturan, lebih pintar (atau lebih matang secara spiritual) dari guru mereka, dan kurang tanggap terhadap disiplin yang didasarkan pada rasa bersalah, ketakutan atau manipulasi.[8]

Banyak anak yang dilabeli indigo didiagnosis mengidap gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.[10] Tober dan Carroll dalam bukunya yang berjudul The Indigo Children sendiri menghubungkan konsep indigo dengan diagnosis gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.[6] Robert Todd Carroll menyatakan bahwa pelabelan anak-anak sebagai indigo merupakan alternatif dari diagnosis yang seolah menunjukkan ketidaksempurnaan, kecacatan atau penyakit kejiwaan.[10][11] Setelah menghubungkan konsep anak indigo dengan ketakutan terhadap penggunaan Ritalin untuk mengontrol gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, Carroll berpendapat bahwa ketakutan akan penggunaan Ritalin telah memperkeruh suasana, dan berdasarkan pilihan yang ada, tentu adalah sesuatu yang masuk akal apabila orang tua lebih memilih meyakini bahwa anak mereka itu spesial dan terpilih untuk misi yang penting daripada menerima kenyataan bahwa anak mereka mengidap penyakit kejiwaan.[11]

Stephen Hinshaw, profesor psikologi di Universitas California, Berkeley, menyatakan bahwa ketakutan akan kelebihan pengobatan terhadap anak itu masuk akal. Namun anak berbakat yang didiagnosis gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas dapat belajar lebih baik dengan lebih banyak struktur. Bahkan jika struktur tersebut awalnya mengakibatkan kesulitan. Banyak anak yang dilabeli indigo telah dimasukkan ke sekolah rumah.[4]

Menurut psikolog Russell Barkley, pergerakan Zaman Baru belum menghasilkan satu bukti pun mengenai keberadaan anak indigo, dan 17 sifat yang dikaitkan dengan anak indigo itu merupakan efek Forer (atau dalam kata lain, terlalu umum sehingga dapat dikaitkan dengan banyak orang). Konsep indigo dikritik terdiri dari sifat-sifat yang terlalu umum, dan juga dianggap sebagai diagnosis palsu yang sama sekali tidak didukung oleh sains.[4][10] Kurangnya dasar ilmiah untuk konsep indigo diakui oleh beberapa tokoh pendukung indigo seperti Doreen Virtue, pengarang buku The Care and Feeding of Indigos, dan James Twyman, orang yang membuat dua film mengenai indigo.[8]

Ahli kesehatan kejiwaan juga khawatir karena pelabelan indigo dapat menghambat diagnosis dan penanganan yang tepat yang dapat membantu sang anak.[4][8] Ahli lain juga menyatakan bahwa sifat-sifat anak indigo dapat diinterpretasikan sebagai pembangkangan dan kewaspadaan belaka.[10]

Nick Colangelo, profesor di Universitas Iowa, menyatakan bahwa buku indigo pertama seharusnya tidak diterbitkan, dan bahwa "...pergerakan anak indigo itu bukan mengenai anak-anak, dan juga bukan mengenai warna indigo, tapi mengenai orang dewasa yang menyebut diri mereka sebagai ahli dan mengeruk uang dari buku, presentasi dan video."[8]

Di artikelnya yang berjudul "Indigo: The Color of Money" (Indigo: Warna Uang), Lorie Anderson menuduh bahwa Twyman dan organisasinya adalah "penipu Zaman Baru yang mencari keuntungan." Menurutnya, kepercayaan akan anak indigo dapat menghasilkan banyak uang dari penjualan buku, video, sesi bimbingan untuk anak-anak, serta sumbangan.[12] Saat ini ada berbagai macam buku, film, kemah musim panas, dan konferensi yang ditargetkan untuk orang tua yang meyakini bahwa anak mereka adalah seorang indigo.

Pewarna indigo adalah suatu senyawa organik dengan warna biru yang khas (lihat indigo). Menurut sejarah, indigo adalah pewarna alami yang diekstrak dari tanaman, dan proses ini sangat penting secara ekonomi karena pewarna biru dulunya langka. Sebagian besar dari pewarna indigo yang dihasilkan hari ini - beberapa ribu ton setiap tahun - adalah sintetik. Warna biru pada pewarna ini sering dikaitkan dengan jins biru.

Penggunaan utama untuk indigo adalah sebagai pewarna untuk benang katun, yang utamanya untuk produksi kain denim untuk jins warna biru. Rata-rata, sepasang celana jins warna biru membutuhkan 3-12 g indigo. Indigo dalam jumlah sedikit digunakan untuk mewarnai wol dan sutra.

Indigo carmine, atau indigo, adalah turunan indigo yang juga digunakan sebagai pewarna. Sekitar 20 ribu ton diproduksi setiap tahunnya, lagi terutama untuk jins warna biru.[1] Pewarna jenis ini juga digunakan sebagai pewarna makanan, dan terdaftar di Amerika Serikat sebagai FD&C Blue No. 2.

Berbagai tumbuhan telah menyediakan indigo sepanjang sejarah, tetapi kebanyakan indigo alami diperoleh dari tanaman dalam genus Indigofera, yang merupakan tumbuhan asli daerah tropis. Spesies indigo primer yang komersial di Asia adalah indigo sebenarnya (Indigofera tinctoria, juga dikenal sebagai I. sumatrana). Sebuah alternatif umum yang digunakan pada lokasi subtropis yang relatif lebih dingin seperti Kepulauan Ryukyu Jepang dan Taiwan merupakan Strobilanthes cusia. Polygonum tinctorum merupakan pewarna biru paling penting di Asia Timur sampai kedatangan spesies Indigofera dari selatan, yang menghasilkan lebih pewarna. Di Amerika Tengah dan Selatan, spesies yang tumbuh merupakan I. suffruticosa (añil). Di Eropa Isatis tinctoria mengandung pewarna yang sama yang digunakan untuk pewarnaan-biru. Beberapa tumbuhan mengandung indigo, tapi konsentrasinya yang rendah membuat mereka sulit untuk bekerja sama dan warna ini kemudian lebih mudah tercemar oleh zat-zat pewarna lainnya, biasanya mengarah pada sedikit warna kehijauan.

Sumber alami juga mencakup moluska, dalam siput laut Murex yang menghasilkan campuran indigo dan dibromoindigo (merah) yang bersama-sama menghasilkan berbagai warna ungu dikenal sebagai Ungu Tyre. Paparan cahaya selama bagian dari proses pewarnaan dapat mengkonversi dibromoindigo menjadi indigo sehingga menghasilkan warna biru yang dikenal sebagai royal blue atau hyacinth purple.

Indigo adalah suatu bubuk kristalin berwarna biru gelap yang menyublim pada suhu 390–392 °C (734–738 °F). Zat ini tidak larut dalam air, alkohol, atau eter, namun larut dalam DMSO, kloroform, nitrobenzena, dan asam sulfat pekat. Rumus kimia indigo adalah C16H10N2O2.

Molekul mengabsorbsi spektrum cahaya berwarna jingga (λmax = 613 nm).[2] Warna yang mendalam pada zat ini disebabkan oleh adanya ikatan rangkap dua terkonjugasi, yaitu ikatan rangkap dalam molekul yang berdekatan dan molekul planar. Dalam indigo putih, konjugasi terganggu karena molekul merupakan nonplanar.

Mengingat pentingnya nilai ekonominya, indigo dipersiapkan melalui banyak metode, salah satunya sintesis indigo Baeyer-Drewson yang bermula pada tahun 1882. Sintesis ini melibatkan kondensasi aldol dari o-nitrobenzaldehida dengan aseton, diikuti oleh siklisasi dan dimerisasi oksidatif indigo. Rute ini sangat berguna untuk memperoleh indigo dan banyak turunannya pada skala laboratorium, tetapi tidak praktis untuk sintesis skala industri. Johannes Pfleger[3] dan Karl Heumann (de) kemudian hadir dengan sintesis produksi massal untuk industri.[4] Rute praktis komersial pertama adalah dikreditkan kepada Pfleger pada tahun 1901. Dalam proses ini, N-fenilglisin diberi perlakuan dengan suatu campuran lelehan natrium hidroksida, kalium hidroksida, dan sodamida. Lelehan yang sangat sensitif ini menghasilkan indoksil, yang kemudian teroksidasi di udara membentuk indigo. Variasi dari metode ini masih digunakan sampai sekarang. Rute alternatif dan juga layak untuk indigo dikreditkan kepada Heumann pada tahun 1897. Metode ini melibatkan pemanasan N-(2-karboksifenil)glisin hingga suhu 200 °C (392 °F) dalam suasana inert dengan natrium hidroksida. Proses ini lebih mudah daripada metode Pfleger, namun prekursornya lebih mahal. Asam indoksil-2-karboksilat terbentuk. Material ini mudah mengalami dekarboksilasi untuk memberikan indoksil, yang akan teroksidasi di udara membentuk indigo.[1] Preparasi pewarna indigo is dipraktekkan pada kelas laboratorium perguruan tinggi sesuai dengan rute Baeyer-Drewsen yang asli.[5]

Cincin benzena pada indigo dapat dimodifikasi untuk memberikan berbagai zat warna yang terkait. Tioindigo, di mana kedua gugus NH digantikan oleh atom S, berwarna merah tua. Ungu Tyre adalah pewarna ungu kusam yang disekresikan oleh siput Mediterania biasa. Pewarna tersebut sangat berharga di zaman kuno. Pada tahun 1909, struktur tersebut ditunjukkan sebagai 6,6'-dibromoindigo. Pewarna tersebut tidak pernah diproduksi secara komersial. Pewarna biru ciba (5,7,5′,7′-tetrabromoindigo) yang terkait adalah, namun, merupakan nilai komersilnya. Indigo dan turunannya menampilkan ikatan hidrogen intra- dan antar-molekul yang memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam pelarut organik. Mereka dapat dibuat larut dengan menggunakan gugus pelindung transien seperti gugus tBOC, yang menekan ikatan antarmolekul.[6] Pemanasan hasil tBOC indigo pada deproteksi termal yang efisien serta regenerasi pigmen yang terikat-H induk.

Perlakuan dengan asam sulfat mengkonversi indigo menjadi turunan warna biru-hijau yang disebut indigo carmine (indigo tersulfonasi). Pewarna ini telah tersedia pada pertengahan abad ke-18. Ia digunakan sebagai pewarna makanan, obat-obatan, dan kosmetik.

Indigo dan beberapa turunannya dikenal sebagai semikonduktor organik ambipolar ketika disimpan sebagai film tipis dengan penguapan vakum.[7]

Indigo memiliki toksisitas oral yang rendah, dengan LD50 sebesar 5000 mg/kg dalam mamalia.[1] Pada tahun 2009, tumpahan besar pewarna biru telah dilaporkan di hilir produsen jins biru di Lesotho.[8]